Jakarta adalah daerah khusus ibukota Indonesia serta dikenal sebagai kota yang super macet.Hingga saat ini kita tahu Jakarta selalu mengalami kemacetan karena akan padatnya penduduk serta padatnya kendaraan yang ada. Sebagai contoh dari Thamrin ke Otista yang jaraknya hanya sekitar 13 km perjalanan dengan kendaraan mobil bisa mencapai 2 jam lebih. Bahkan kalau hujan bisa 3 jam lebih. Kalau kita bekerja di Jakarta dan rumah jauh di pinggiran, kita bisa menghabiskan waktu 3-5 jam lebih di jalan. Setiap hari kita mendengar bagaimana ibukota Jakarta dilanda kemacetan yang luar biasa parah.Bayangkan saja bagaimana jarak yang hanya kurang dari 10 km bisa ditempuh dalam waktu 3 jam. Disetiap sudut Kota Jakarta, yang kita temui hanyalah keluhan demi keluhan atas kemacetan yang luar biasa itu.Tidak terhitung kerugian yang harus dibayar oleh Kota Jakarta. Biaya bahan bakar yang terbuang ke udara secara percuma. Biaya waktu yang terbuang sia-sia di tengah perjalanan. Biaya kesehatan akibat polusi. Serta biaya-biaya lainnya yang tidak bisa diperkirakan, seperti penambahan personil, sampai dengan kecelakaan yang bisa saja terjadi.Itu Kota Jakarta. Sayangnya, persoalan serupa hampir dapat dipastikan akan segera dialami oleh kota-kota besar di seluruh Indonesia. Kota Medan saja, yang masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan Kota Jakarta, sudah mulai menjurus kepada kemacetan tiada henti yang terjadi di mana-mana.Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satu persoalan yang diabaikan adalah pada penataan kota secara dini. Kota besar harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu menampung jumlah kendaraan yang ada, plus penambahan-penambahannya. Maka bagaimanapun, pemerintah daerah tidak boleh terlena dan membiarkan keadaan ini berjalan apa adanya.Kota Jakarta memang kelihatannya sudah terlambat untuk ditata dalam jangka pendek. Akibat penambahan ruas jalur Busway saja, kemacetan sudah sangat mengganggu.
Ada beberapa faktor penyebab macet di Jakarta:
1. Waktu lampu hijau yang begitu cepat. Sering baru 4-5 mobil yang
berjalan lampu sudah kembali merah. Padahal antrian bisa mencapai 1 km atau
sekitar 200 mobil.Untuk hal ini mungkin solusinya adalah memperpanjang waktu
lampu hijau di tiap tempat jadi 1,5 atau 2 menit. Contoh kemacetan ini adalah
di lampu merah pertigaan jalan Otista III Otista Raya.
2. Banyaknya kendaraan angkutan (terutama mikrolet dan metromini) yang
berhenti menunggu penumpang. dan ini perlu kesiagaan polantas untuk mengatur
mereka. Contohnya adalah di dekat terminal Kampung Melayu dsb.
3. Pedagang kaki lima yang meluber ke jalan dan ini perlu ditertibkan
4. Pintu masuk jalan Tol. Antrian kendaraan untuk membayar jalan tol
sering membuat macet. Contohnya di pintu masuk Tol Tebet Barat 2 yang membuat macet
sampai ke jalan layang ke arah Mampang. Harusnya pada jam macet jalan tol
digratiskan saja sehingga tidak ada antrian bayaran yang membuat macet.
5. Jalur busway yang memakan jalur umum. Busway memang mempercepat bus
busway. Namun memacetkan kendaraan lain di jalur non busway karena memakan satu
jalurumum. Di jalan yang hanya ada 2 jalur, maka Busway memakan separuh jalur.
Tak heran di daerah yang ada jalur Busway seperti Thamrin-Sudirman dan sekarang
jalan Otista jadi sangat macet.
6. Pada titik macet seperti perempatan Pancoran dan Kuningan, harus
diperlebar 1 jalur sepanjang 500 meter. Kemudian beri jalan layang minimal 2
jalur sehingga untuk yang lurus terhindar dari kemacetan lampu merah. Tahun
2008 kemacetan menyebabkan kerugian sebesar Rp 28 trilyun. Jadi biaya untuk
mengurangi kemacetan lebih kecil dibanding dampaknya. Masalah kemacetan dan
transportasi di Ibu Kota Jakarta sudah memasuki fase kritis.Hampir setiap hari
antrean panjang kendaraan pribadi,angkutan umum hingga sepeda motor terjadi di
setiap ruas jalan. Dampaknya jelas merembet ke berbagai sektor kehidupan dan
merugikan semua pihak. Jika problem krusial ini tidak segera diatasi, maka
kemacetan total dalam beberapa tahun mendatang sepertinya tak dapat dihindari
kemacetan di Jakarta disebabkan multifaktor. Antara lain waktu lampu hijau yang
begitu cepat, traffic light yang tidak berfungsi (mali), angkutan umum yang suka
berhenti sembarangan, dan pedagang kaki lima yang meluber kejalan. Pembangunan pusat-pusat
perdagangan baru yang dipaksakan di wilayah-wilayah yang sudah padat lalu
lintasnya, juga ikut memberikan kontribusi bagi kemacetan. Selain itu. kelambanan
arus alu lintas tak lepas dart fenomena
maraknya masyarakat yang sangat mudah membeli kendaraan pribadi. Padahal, saat
ini kapasitas Jaringan jalan danjumlah kendaraan tidak sepadan. Pertumbuhan kendaraan
di Jakarta setiap tahun mencapai sembilan hingga 11 persen, sementara ekspansi
jalan kurang dari 0.01 persen (Data Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta.
2009).Kota Jakarta yang memonopoli semua kegiatan, baik politik, ekonomi,
sosial, budaya, dan sebagainya, sebenarnya turut pula menciptakan kondisi
kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas. Masyarakat dari berbagai daerah berbondong-bondong
mengadu nasib di Jakarta. Akhirnya terjadi kepadatan penduduk. Parahnya lagi,
di antara mereka ada yang berani tinggal di-lahan atau kawasan yang tidak diperuntukkan
untuk pemukiman, seperti di bawah Jembatan layang atau dipinggiran kali. Sudah
saatnya pemerintah memeriksa titik-titik kemacetan dan memperlebar jalur di
sana.
OPINI
:
Menurut
saya pemerintah seharusnya pemerintah mengurangi batas pemakaian kendaraan agar
tidak banyak kendaraan yang lalu lalang yang menyebabkan kemacetan, .Menaikkan
tarif parkir di pinggir-pinggir jalan di Jakarta dan melarang parkir seluruh
kendaraan di badan jalan, Menertibkan (sterilisasi jalan) parkir liar yang ada
di ruas-ruas jalan di Jakarta, Melarang seluruh pedagang kaki lima, untuk
berjualan di trotoar atau di pinggir jalan-jalan utama di Jakarta, Melarang
angkutan umum berhenti (ngetem) di pinggir jalan untuk menaikkan atau
menurunkan. penumpang, kecuali memang tersedia tempat yang diperuntukan untuk
hal tersebut.
Sumber
:
http://novijaya12.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_13.pdf