Pages

Selasa, 04 Desember 2012

Kemacetan Jakarta


        Jakarta adalah daerah khusus ibukota Indonesia serta dikenal sebagai kota yang super macet.Hingga saat ini kita tahu Jakarta selalu mengalami kemacetan karena akan padatnya penduduk serta padatnya kendaraan yang ada. Sebagai contoh dari Thamrin ke Otista yang jaraknya hanya sekitar 13 km perjalanan dengan kendaraan mobil bisa mencapai 2 jam lebih. Bahkan kalau hujan bisa 3 jam lebih. Kalau kita bekerja di Jakarta dan rumah jauh di pinggiran, kita bisa menghabiskan waktu 3-5 jam lebih di jalan. Setiap hari kita mendengar bagaimana ibukota Jakarta dilanda kemacetan yang luar biasa parah.Bayangkan saja bagaimana jarak yang hanya kurang dari 10 km bisa ditempuh dalam waktu 3 jam. Disetiap sudut Kota Jakarta, yang kita temui hanyalah keluhan demi keluhan atas kemacetan yang luar biasa itu.Tidak terhitung kerugian yang harus dibayar oleh Kota Jakarta. Biaya bahan bakar yang terbuang ke udara secara percuma. Biaya waktu yang terbuang sia-sia di tengah perjalanan. Biaya kesehatan akibat polusi. Serta biaya-biaya lainnya yang tidak bisa diperkirakan, seperti penambahan personil, sampai dengan kecelakaan yang bisa saja terjadi.Itu Kota Jakarta. Sayangnya, persoalan serupa hampir dapat dipastikan akan segera dialami oleh kota-kota besar di seluruh Indonesia. Kota Medan saja, yang masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan Kota Jakarta, sudah mulai menjurus kepada kemacetan tiada henti yang terjadi di mana-mana.Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satu persoalan yang diabaikan adalah pada penataan kota secara dini. Kota besar harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu menampung jumlah kendaraan yang ada, plus penambahan-penambahannya. Maka bagaimanapun, pemerintah daerah tidak boleh terlena dan membiarkan keadaan ini berjalan apa adanya.Kota Jakarta memang kelihatannya sudah terlambat untuk ditata dalam jangka pendek. Akibat penambahan ruas jalur Busway saja, kemacetan sudah sangat mengganggu.

Ada beberapa faktor penyebab macet di Jakarta:
1. Waktu lampu hijau yang begitu cepat. Sering baru 4-5 mobil yang berjalan lampu sudah kembali merah. Padahal antrian bisa mencapai 1 km atau sekitar 200 mobil.Untuk hal ini mungkin solusinya adalah memperpanjang waktu lampu hijau di tiap tempat jadi 1,5 atau 2 menit. Contoh kemacetan ini adalah di lampu merah pertigaan jalan Otista III  Otista Raya.
2. Banyaknya kendaraan angkutan (terutama mikrolet dan metromini) yang berhenti menunggu penumpang. dan ini perlu kesiagaan polantas untuk mengatur mereka. Contohnya adalah di dekat terminal Kampung Melayu dsb.
3. Pedagang kaki lima yang meluber ke jalan dan ini perlu ditertibkan
4. Pintu masuk jalan Tol. Antrian kendaraan untuk membayar jalan tol sering membuat macet. Contohnya di pintu masuk Tol Tebet Barat 2 yang membuat macet sampai ke jalan layang ke arah Mampang. Harusnya pada jam macet jalan tol digratiskan saja sehingga tidak ada antrian bayaran yang membuat macet.
5. Jalur busway yang memakan jalur umum. Busway memang mempercepat bus busway. Namun memacetkan kendaraan lain di jalur non busway karena memakan satu jalurumum. Di jalan yang hanya ada 2 jalur, maka Busway memakan separuh jalur. Tak heran di daerah yang ada jalur Busway seperti Thamrin-Sudirman dan sekarang jalan Otista jadi sangat macet.
6. Pada titik macet seperti perempatan Pancoran dan Kuningan, harus diperlebar 1 jalur sepanjang 500 meter. Kemudian beri jalan layang minimal 2 jalur sehingga untuk yang lurus terhindar dari kemacetan lampu merah. Tahun 2008 kemacetan menyebabkan kerugian sebesar Rp 28 trilyun. Jadi biaya untuk mengurangi kemacetan lebih kecil dibanding dampaknya. Masalah kemacetan dan transportasi di Ibu Kota Jakarta sudah memasuki fase kritis.Hampir setiap hari antrean panjang kendaraan pribadi,angkutan umum hingga sepeda motor terjadi di setiap ruas jalan. Dampaknya jelas merembet ke berbagai sektor kehidupan dan merugikan semua pihak. Jika problem krusial ini tidak segera diatasi, maka kemacetan total dalam beberapa tahun mendatang sepertinya tak dapat dihindari kemacetan di Jakarta disebabkan multifaktor. Antara lain waktu lampu hijau yang begitu cepat, traffic light yang tidak berfungsi (mali), angkutan umum yang suka berhenti sembarangan, dan pedagang kaki lima yang meluber kejalan. Pembangunan pusat-pusat perdagangan baru yang dipaksakan di wilayah-wilayah yang sudah padat lalu lintasnya, juga ikut memberikan kontribusi bagi kemacetan. Selain itu. kelambanan arus  alu lintas tak lepas dart fenomena maraknya masyarakat yang sangat mudah membeli kendaraan pribadi. Padahal, saat ini kapasitas Jaringan jalan danjumlah kendaraan tidak sepadan. Pertumbuhan kendaraan di Jakarta setiap tahun mencapai sembilan hingga 11 persen, sementara ekspansi jalan kurang dari 0.01 persen (Data Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta. 2009).Kota Jakarta yang memonopoli semua kegiatan, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya, sebenarnya turut pula menciptakan kondisi kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas. Masyarakat dari berbagai daerah berbondong-bondong mengadu nasib di Jakarta. Akhirnya terjadi kepadatan penduduk. Parahnya lagi, di antara mereka ada yang berani tinggal di-lahan atau kawasan yang tidak diperuntukkan untuk pemukiman, seperti di bawah Jembatan layang atau dipinggiran kali. Sudah saatnya pemerintah memeriksa titik-titik kemacetan dan memperlebar jalur di sana.

OPINI :
Menurut saya pemerintah seharusnya pemerintah mengurangi batas pemakaian kendaraan agar tidak banyak kendaraan yang lalu lalang yang menyebabkan kemacetan, .Menaikkan tarif parkir di pinggir-pinggir jalan di Jakarta dan melarang parkir seluruh kendaraan di badan jalan, Menertibkan (sterilisasi jalan) parkir liar yang ada di ruas-ruas jalan di Jakarta, Melarang seluruh pedagang kaki lima, untuk berjualan di trotoar atau di pinggir jalan-jalan utama di Jakarta, Melarang angkutan umum berhenti (ngetem) di pinggir jalan untuk menaikkan atau menurunkan. penumpang, kecuali memang tersedia tempat yang diperuntukan untuk hal tersebut.

Sumber :
http://novijaya12.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_13.pdf




































































                                                                                          













































































































































































































































































































































































































Minggu, 25 November 2012

Banjir Kepung Jakarta


Sejak beberapa hari terakhir ancaman banjir terasa mengintai Jakarta. Namun, kemarin malam, banjir sesungguhnya benar-benar datang dan mengepung ibu kota Jakarta. Dua dari 13 sungai yang melewati Jakarta meluap airnya. Sungai Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan tidak mampu lagi menampung debit air yang masuk akibat hujan lebat yang melanda Puncak, Bogor, dan Jakarta. Banyak warga yang menjadi korban meluapnya Sungai Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan. Ketinggian air yang berkisar antara 30 cm hingga 220 cm langsung masuk ke rumah-rumah warga, membuat banyak warga harus meninggalkan rumah mereka.
Hal yang perlu kita waspadai bersama adalah musim hujan ini baru mulai. Setidaknya masih ada dua bulan ke depan yang intensitasnya akan semakin tinggi, sehingga potensi banjir dan juga longsor semakin membahayakan. Kita semua harus bersiap menghadapi kondisi yang terburuk. Paling utama yang harus menjadi perhatian kita bersama adalah keselamatan jiwa dan kesehatan masyarakat. Kita harus bisa mencegah jangan sampai masyarakat menjadi lebih menderita. Yang paling ditakuti dari banjir adalah arus yang deras. Apalagi ketika saluran air yang ada tidak tertutup dengan baik. Warga yang tidak berhati-hati bisa terperosok masuk ke dalam lubang saluran air dan hanyut terbawa derasnya aliran air. Sebelum banjir besar yang kemarin terjadi, kita menemukan dua warga tewas karena terbawa arus deras banjir. Inilah yang seharusnya menjadi perhatian kita semua, bagaimana kita menjadi keselamatan keluarga kita untuk tidak terbawa hanyut arus banjir. Yang kedua harus kita perhatikan dari bencana banjir adalah kesehatan masyarakat. Genangan air yang terjadi bisa menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit. Di tengah keterbatasan kondisi warga, maka daya tahan tubuh cenderung rendah.
Dinas kesehatan dan Dinas Sosial harus lebih aktif membantu masyarakat, terutama yang tinggal di tempat penampungan. Sanitasi dan dapur umum harus dipersiapkan lebih baik, agar masyarakat tidak semakin terbebani. Perhatian ini tidak hanya berlaku untuk Jakarta, tetapi seluruh daerah di Indonesia. Ancaman banjir berlaku di seluruh Indonesia. Beberapa daerah dilaporkan menghadapi ancaman banjir yang tidak kalah seperti apa yang dialami warga di Jakarta. Khusus untuk warga di daerah, yang harus menjadi perhatian adalah ancaman longsor. Dengan curah hujan yang tinggi, sementara vegetasi alam yang semakin terbatas, maka anacaman longsor menjadi lebih meningkat. Kita lihat longsor yang terjadi di Bojonggede, Bogor, sehingga menyebabkan putusnya rel kereta api. Sudah dua hari ini perjalanan kereta api Bogor-Jakarta tidak bisa berjalan, karena terputusnya rel kereta api di Bojonggede. PT Kereta Api Indonesia membutuhkan waktu beberapa hari untuk memulihkan kondisi rel yang ada.
Secara umum, penyebab banjir di DKI Jakarta terjadi akibat dua faktor utama, yakni; faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam karena lebih dari 40% kawasan di DKI Jakarta berada dibawah permukaan air ketika laut pasang. Kondisi kian diperparah dengan kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini, dibanding limpasan (debit) air yang masuk ke Jakarta. Kapasitas sungai dan saluran makro ini disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan pembuangan sampah secara sembarangan menjadi problematika yang mengayuti warga Ibukota. Karena itu integrasi Tata Ruang dan Tata Air sangat dibutuhkan. Melalui Perencanaan Tata Ruang Komprehensif berbasis ekologis menjadi harapan terbebasnya Jakarta dari banjir. Pemerintah, Swasta dan Masyarakat pun pantas mengambil peran.

OPINI :
Penyebab banjir di DKI Jakarta memang terjadi akibat 2 faktor tersebut yaitu factor alam dan factor manusia. Tetapi akibat factor manusia sangat mempengaruhi sekali banjir di wilayah Jakarta. Sebaiknya  pemerintah bekerja sama dengan masyarakat dengan membuang sampah tidak sembarangan, bagi yang membuang sembarangan dikenakan denda, memperbanyak ruang buka hijau (taman), mengurangi pembangunan proyek-proyek, dan menanam pohon agar bisa menampung resapan air.

Sumber:

Sabtu, 17 November 2012

AIDS Penyakit yang Mematikan


Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara  atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darahair manicairan vaginacairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darahjarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Tingginya kasus penyakit Human Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), khususnya pada kelompok umur remaja, salah satu penyebabnya akibat pergaulan bebas.Hasil penelitian di 12 kota di Indonesia termasuk Denpasar menunjukkan 10-31% remaja yang belum menikah sudah pernah melakukan hubungan seksual. Di kota Denpasar dari 633 pelajar Sekolah Menengah Tingkat Atas (SLTA) yang baru duduk di kelas II, 155 orang atau 23,4% mempunyai pengalaman hubungan seksual. Mereka terdiri atas putra 27% dan putri 18%. Data statistik nasional mengenai penderita HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 75% terjangkit hilangnya kekebalan daya tubuh pada usia remaja. Semakin memprihatinkan penderita HIV/AIDS memberikan gambaran bahwa, cukup banyak permasalahan kesehatan reproduksi yang timbul diantara remaja. Oleh sebab itu mengembangan model pusat informasi dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja melalui pendidik (konselor) sebaya menjadi sangat penting.

Kehilangan kekebalan tubuh, ibarat sebuah kerajaan tanpa benteng atau komputer tanpa antivirus/firewall. Silahkan bayangkan sendiri, apa jadinya tubuh tanpa sistem kekebalan, tanpa bermaksud menakut-nakuti apalagi mendahului kehendak Tuhan, secara normal orang yg sudah terinveksi virus HIV/AIDS, sudah bisa diprediksi berama lama lagi dia akan hidup. Inilah yang membuat kebanyakan para penderita aids kehilangan semangat hidup. Apalagi kalau orang-orang di sekitarnya, terutama orang-orang terdekatnya (keluarga) ikut mengucilkan dirinya. Itu akan membuat si penderita aids semakin tertekan, hingga tak jarang yang memutuskan untuk segera mengakhiri hidup, dengan cara bunuh diri.

Opini :
Menurut saya aids memang penyakit mematikan yang tidak ada obat atau penanggulanganya tetapi aids masih bisa kita hindari dengan tidak melakukan perbuataan seperti diatas dan membentengi diri kita dengan iman dan ketakwaan. Serta jangan mengucilkan orang-orang yang terkena penyakit aids lebih baik kita memberi dukungan dan semangat agar mereka tetap semangat di sisa akhiir hidupnya.

Senin, 05 November 2012

Nasib Anak Jalanan


Siapa Yang Peduli Nasibmu, Dik?

Satu dua bocah kecil menyenandungkan beberapa bait lagu di antara roda-roda yang bergerak melambat menyambut nyala merah pada lampu lalu lintas. Tak utuh memang lagu yang dinyanyikan, suara sang pendendang pun tak sebagus kontestan idola cilik di TV. Sudah barang tentu mereka tidak diiringi alunan dari orkestra ternama, cukup suara seadanya dengan gitar mainan, atau sekedar kecrekan dari kaleng bekas sebagai pengiringnya. Gelandangan, anak jalanan, pengemis cilik, pengamen kecil, atau apapun kita menyebutnya memang seringkali terlihat memprihatinkan. Tapi semenjak jumlahnya yang tak lagi bisa dibilang sedikit, keadaan ini justru sudah dianggap biasa. Ah, kemana para pemimpin yang dulunya menjanjikan pendidikan yang layak bagi mereka? Bukankah anak-anak kecil bagi negeri seberang adalah aset yang begitu dijaga? Entah, Pemerintah bisa dibilang lepas tangan atau tidak. Para petinggi gedung DPR mungkin berkelit telah memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membantu si miskin, memberikan beasiswa bagi yang kurang mampu, menggelintirkan banyak dana untuk membangun sekolah ataupun menaikkan persentase anggaran pendidikan dalam APBN negara. Jika saja semuanya benar, lantas siapa bocah-bocah kecil itu? Tidak seharusnya mereka ada dengan kondisi seperti yang sekarang ini, jika ‘kereta’ berjalan pada relnya.

Miris rasanya melihat gedung DPR yang begitu megah itu masih meminta renovasi, sementara ratusan sekolah tidak lagi menyerupai bangunan. Ruang ber-AC, kursi nyaman, dan berbagai fasilitas mewah lainnya sungguh tak layak disandingkan dengan deretan kursi dan bangku yang dipakai berdesakan, kemudian bergantian. Sungguh tak memadai, jika dibandingkan dengan bilik kecil yang panas menyengat ketika siang hari, dan tergenang air jika hujan menyapa. Sayang, bilik inilah yang masih kita sebut sekolah. Fenomena anak jalanan mungkin hanya bisa ditemui di kota besar. Namun bukan berarti nelangsa hanya milik si kecil dari kota. Jauh di belahan Indonesia lainnya, begitu banyak anak yang bahkan tak mengenal abjad. Jangankan fungsi algoritma, mengenal angka pun tidak. Bukan, bukan karena mereka bodoh. Tapi kesempatan tak berpihak pada anak-anak malang ini. Entah bagaimana alurnya, tangan Pemerintah tak mampu merangkul mereka. Kemana dana yang –katanya- mengalir deras untuk pendidikan itu? Ah, tak usah. Tak usah ditanya kawan. Mereka, anak jalanan, tidak membutuhkan jawaban itu. Mereka, anak-anak terpelosok, terlalu lelah menunggu uluran tangan kita yang tak kunjung sampai.

Sementara masyarakat dan pemerintah sibuk saling menyalahkan, lihatlah mereka, anak-anak kecil yang hanya mengenal siang dalam malam. Sehari yang mereka punya adalah untuk mencari uang. Lapangan bermain anak-anak tak berdosa ini adalah jalanan dengan kendaraan super cepat yang siap merenggut nyawa mereka kapanpun. Jika kita masih ingin menyelematkan negeri ini, mari kita bantu Pemerintah merangkul mereka. Saya rasa pemberian upah seratus dua ratus perak sebagai imbalan setelah mereka menyanyi, atau sekedar rasa kasihan, bukanlah jalan keluar yang baik. Bukannya pelit, tapi dikhawatirkan hal-hal semacam itu bukannya mengembalikan mereka ke sekolah, tapi justru membuat jumlah anak jalanan semakin banyak, karena tergiur receh yang mengalir dari masyarakat. Jalan yang bisa kita tempuh untuk membantu mereka adalah dengan pendirian ataupun pengoptimuman wisma untuk anak jalanan. Kita dapat menyalurkan dana ke tempat ini yang nantinya difungsikan untuk membiayai pendidikan mereka. Pendidikan disini baik berupa pendidikan seperti layaknya di sekolah, juga diimbangi dengan pelatihan soft skill, leadership, dan lainnya yang berguna untuk anak-anak ini. Pemerintah, melalui aparatnya hendaknya konsekuen setiap waktu melakukan razia terhadap anak-anak yang memadati jalanan untuk mengamen, ataupun sekedar meminta-minta. Bukan untuk diseret ke penjara, melainkan dirumahkan di wisma yang telah tersedia untuk mereka. Dengan bantuan dari masyarakat disertai dengan aliran dana pendidikan dari Pemerintah, wisma tersebut sudah seharusnya memiliki akses dengan sekolah-sekolah yang nantinya akan menjadi tempat anak-anak ini belajar. Tempat mereka bukan di jalanan, tapi di sekolah seperti saat kita seumuran mereka. Bocah kecil itu berhak mengenyam pendidikan seperti halnya kita. Di wisma, mereka harus mendapat pendidikan dan pelayanan yang memadai, sesuai dengan janji pemerintah yang menjamin pendidikan bagi seluruh warganya. Mengenai ‘pekerjaan’ yang ditinggalkannya, anak-anak ini tak perlu khawatir. Mereka masih bisa mencari uang melalui pendidikan keterampilan yang juga seharusnya diberikan di Wisma. Hasil kerajinan mereka dapat dipasarkan dengan nilai jual cukup tinggi jika tenaga pengajar mampu mengasah kreatifitas dari anak-anak ini. Hasilnya tentu tidak sedikit. Selain dapat menjadi uang jajan untuk mereka ataupun untuk membantu pendapatan orang tuanya, aliran dana ini tentu juga turut berkontribusi dalam menjaga keseimbangan perekonomian Negara.

Pemerintah bisa, masyarakat bisa, kita semua bisa melakukan penyelamatan terhadap mereka, anak jalanan. Memang, perlu komitmen dari aparat pemerintah sendiri untuk merangkul anak-anak ini. Satu hal yang harus dihindari adalah ; bosan. Jangan pernah bosan mengajak mereka. Mungkin memang bukan hal mudah secara tiba-tiba kita memasukkan mereka ke wisma. Tentu ada aspek psikologis bagi anak-anak ini ketika ia digelandang aparat. Pendekatan psikologis bagi anak-anak dapat difungsikan dalam mengatasi masalah ini, misalnya dengan tidak menugaskan aparat dengan pakaian dan perawakan menakutkan bagi mereka. Banyak hal yang bisa kita lakukan, kawan.. Sebagai mahasiswa, mungkin tak banyak dana yang bisa kita salurkan, tapi bukankah kita punya suatu hal yang sangat mereka butuhkan? Ilmu. Kita bisa berbagi ilmu dengan adik-adik kita bagaimanapun caranya. Bisa sebagai pengajar tetap, pengajar tidak tetap, atau apapun yang penting kita bantu mereka mengenal dunia dan pengetahuan yang sudah kita enyam hingga kini. Saatnya menunjukkan bahwa kita bukanlah mahasiswa yang hanya bisa mengkritisi jalannya Pemerintahan dengan turun ke jalan, tapi juga bisa memberi solusi, atau bahkan menjadi solusi bagi mereka.

Opini :
Salah satu tujuan bangsa Indonesia didalam UUD 19945 telah dijelaskan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, tetapi menurut saya sekarang pemerintah masih kurang memperhatikan pendidikan walaupun sudah diadakan program wajib belajar dan dana BOS tetapi semua itu belum cukup karena masih banyak anak yang di terlantarkan oleh pemerintah seperti contoh diatas, ,sekarang pemerintah menghambur-hamburkan uang Negara untuk hal yang kurang bermanfaat.  Ditambahkan, saat ini memang belum ada pendidikan khusus bagi anak-anak jalanan. Sesungguhnya bentuk sekolah atau pendidikan yang pas untuk anak jalanan tidak harus sekolah formal atau memberikan fasilitas pendidikan khusus lainnya. Model pendidikan bagi anak jalanan dapat berupa sanggar atau yayasan social yang menampung anak jalanan agar mereka memperoleh pendidikan.

Sumber :

Minggu, 28 Oktober 2012

Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia

 Rupanya fenomena pertambahan pengangguran dan kemiskinan lebih mudah terjadi ketimbang dicegah apalagi diturunkan jumlahnya. Kepekaan atau elastisitasnya terhadap pertumbuhan ekonomi relatif tinggi. Pemerintah memperkirakan pada tahun ini, akibat krisis ekonomi global, jumlah tambahan pengangguran atau pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 200 ribu orang. PHK ini dipengaruhi oleh menurunnya perumbuhan ekonomi dari prakiraan sebesar 5.5% menjadi 4.5% saja. Pelambatan pertumbuhan ekonomi ini karena pertumbuhan ekspor yang juga menurun. Semula ekspor diproyeksikan tumbuh 5%  namun kini hanya diprakirakan mencapai 2.5%. Akibatnya produktifitas nasional pun menurun. Akibat turunannya apabila prakiraan proyeksi pertumbuhan ekonomi mencapai 5.5% jumlah penduduk miskin akan mencapai 28 juta atau 12,68% dari total penduduk. Namun kalau hanya 4.5% disamping timbulnya pengangguran baru maka juga diikuti dengan meningkatnya penduduk miskin menjadi 30,24 juta jiwa atau 13,34% dari total penduduk.

Setiap kita pasti sepakat, krisis ekonomi global tidak bisa dicegah apalagi dikendalikan hanya oleh satu bangsa saja. Karena itu pasti akan berdampak pada kesehatan ekonomi nasional. Yang hanya bisa dilakukan adalah meminimumkan dampak negatif tersebut. Sekaligus juga bangsa Indonesia khususnya pemerintah harus mulai berpikir ulang tentang makna reformasi ekonomi. Kemiskinan dan pengangguran jangan ditempatkan sebagai turunan dan sisa dari target pertumbuhan ekonomi. Dan ini dicerminkan dengan pendekatan tambal sulam. Dengan kata lain arusutama (mainstream) para perencana pembangunan harus propopulis ketimbang  berorientasi mutlak pada propasar.

Padahal sejak republik ini berdiri, penanggulangan pengangguran dan kemiskinan bukanlah masalah yang ditempatkan sebagai sisa dari suatu program atau  disepelekan. Jangan mengatasi pengangguran dan kemiskinan itu dipandang sebagai upaya kalau ada masalah baru diatasi. Dan inilah sebagai faktor utama mengapa pengangguran dan kemiskinan sulit dicegah. Hal ini terjadi karena bermula dari mashab pemikiran para perencana pembangunan yang terlalu berorientasi pada propasar semata. Ketika pertumbuhan ekonomi terlalu mengandalkan pada industri-industri atau perusahaan besar saja maka lambat laun usaha ekonomi rakyat akan tergilas. Sebaliknya ketika terjadi krisis global maka runtuhnya produktifitas raksasa-raksasa tersebut akan berakibat pada penderitaan rakyat. Ketika itu barulah pemerintah menengok pentingnya pertumbuhan ekonomi usaha kecil dan menengah.

Sebenarnya pemerintah yang sekarang sudah punya kebijakan triple track strategyyakni progrowth, propoor, dan proemployment. Namun pertanyaannya apakah dalam operasionalnya sudah mencerminkan sesuai dengan kebijakan tersebut. Belum tentu sudah menyeluruh. Masih belum secara terbuka diutarakan bagaimana kebijakan triple track strategy itu diterjemahkan dalam kebijakan makro yang komprehensif antarsektor. Misalnya apa dan bagaimana pembangunan pertanian kaitannya dengan pembangunan sektor industri, perdagangan, ketenagakerjaan, pembangunan daerah, infrasruktur, dsb. Begitu pula bagaimana pembangunan di sektor nonpertanian  kaitannya dengan pembangunan sektor-sektor lainnya. Kemudian instansi mana saja sebagai unsur pendukung utama untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan kebijakan pembangunan itu?. Kalau belum ada yang komprehensif dan holistik maka pendekatan pengentasan kemiskinan dan pengangguran tidak mudah diatasi.  

           Yang jelas masyarakat bakal semakin lelah saja kalau masalah pengangguran dan kemiskinan terabaikan. Secara ekonomi, daya beli mereka akan melemah dalam memenuhi kebutuhan hidup layak minimumnya. Sementara secara psikologis mereka akan menderita mental yang tidak mudah terobati.  Karena itu pemerintah perlu mengoptimumkan sumberdaya yang ada sekaligus mencari sumber-sumber ekonomi lainnya yang potensial. Program-program stimulus ekonomi plus pengembangan infrastruktur ekonomi sebaiknya diarahkan pada sektor padat karya. Termasuk bagaimana sektor usaha kecil dan menengah (sektor-sektor padat karya) seperti  pertanian dan industri haruslah  menjadi prioritas utama pembangunan jangka panjang.

Kemiskinan dan pengangguran tidak seharusnya diatasi dengan semata-mata menunggu trickle down effect atau kepyuran ke bawah dari investor besar Merupakan kejahatan moral menganggap orang miskin hanya berhak atas rembesan. Memburuknya indeks Gini dari 38 persen (2010) menjadi 41persen (2011) adalah peningkatan kesenjangan kaya-miskin yang mencemaskan. Paradigmatik kebijakan menggenjot pertumbuhan bukanlah jaminan terberantasnya kemiskinan dan pengangguran. Diperlukan pemikiran cerdas ekstraordiner-kontemporer, meninggalkan konvensionalisme. Direct attack on poverty—pemberdayaan kilat di pos-pos daya meningkatkan kemampuan produktif, terampil mencipta atau menyambut pekerjaan menjadi pilihan. Pembangunan dengan semangat pasar bebas dan perdagangan bebas yang memiskinkan kehidupan dan melumpuhkan semangat hidup rakyat harus distop. Sesuai paham strukturalisme ekonomi nasional kita harus banting setir beralih ke pemikiran: let us take care of employment, employment will take care of growth, tegas melaksanakan tujuan konstitusi: ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Statistika dan model-model ekonometri yang masih menimang-nimang paradigma-paradigma usang, yang tak sesuai dengan humanisme ekonomi konstitusi kita perlu diakhiri. Kemiskinan adalah masalah bersama, mari bekerja keras, ikut mengentaskan masyarakat miskin ekstrem di Papua, Maluku, NTT, dan NTB. (Sri-Edi Swasono, Guru Besar UI dan Ketua Umum Majelis Luhur Tamansiswa).

Opini : Menurut saya pemerintah perlu membuka peluang usaha untuk masyarakat di Indonesia agar tidak ada lagi masalah kemiskinan ataupun pengangguran dan bagi pemerintah jangan hanya mengumbar omongan saja tetapi buktikan amanah itu untuk rakyat Indonesia

Sumber : 

Selasa, 23 Oktober 2012

Internet Bagi Semua Kalangan

        Internet adalah jaringan komputer yang terhubung secara internasionaldan tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini meliputi jutaan pesawat komputer yang terhubung satu dengan yang lainnya dengan memanfaatkan jaringan telepon( baik kabel maupun gelombang elektromagnetik).Jaringan jutaan komputer ini memungkinkan berbagai aplikasi dilaksanakan antar komputer dalam jaringan internet dengan dukungan softwaredan hardware yang di butuhkan. Untuk bergabung dalam jaringan ini, satu pihak ( dalam hal ini provider ) harus memiliki program aplikasi serta bank data yangmenyediakan informasi dan data yang dapat di akses oleh pihak lain yangtergabung dalam internet.Pihak yang telah bergabung dalam jaringan ini akan memiliki alamattersendiri ( bagaikan nomor telepon ) yang dapat dihubungi melalui jaringaninternet. Provider inilah yang menjadi server bagi pihak-pihak yang memiliki personal komputer ( PC ) untuk menjadi pelanggan ataupun untuk mengaksesinternet.Sejalan dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi internet jugasemakin maju. ‘Internet’ adalah jaringan komputer yang dapat menghubungkansuatu komputer atau jaringan komputer dengan jaringan komputer lain, sehingga dapat berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri.
        Dalam perkembangannya sampai sekarang internet mengalami kemajuan yang sangat pesat dan luar biasa. Keberadaan internet semakin memudahkan kehidupan manusia di Dunia, Perbedaan jarak jauh dan letak semakin tak terasa dengan adanya internet. Serta berbagai Informasi dan kejadian di dunia bisa langsung tersebar atau terdengar di berbagai belahan Negara. Manfaat internet secara umum juga mempunyai dampak positif dan dampak internet negatif, yang akan saya sebutkan dibawah ini.

Dampak Positif Manfaat Internet Bagi Pendidikan :
  • Bagi pelajar memudahkan dalam mencari informasi pendidikan terutama di luar negeri, seperti jurusan yg sesuai, atau berbagai syarat bagi yg mau mendaftar atau menimba pendidikan di Negeri luar.
  • Internet menjadi seperti perpustakaan yaitu perpustakaan digital.
  • Internet bisa menjadi sarana belajar tambahan, karena hanya dengan tatapan dunia online pun belajar juga bisa dilakukan
  • Adanya E-Book yang menjadi pengganti buku, dan keuntungannya lebih murah dan praktis.
  • Internet memberi kemudahan kepada para siswa atau mahasiswa dalam mencari bahan belajarnya.

Itulah beberapa manfaat internet bagi dunia pendidikan, sangat banyak dan kompleks manfaat internet bagi kita. Namun disamping semua banyak manfaat yang diperoleh dari internet ternyata juga ada dampak negatifnya yaitu :

Dampak Negatif Internet
  • Pornografi yang semakin meraja lela lewat dunia internet
  • Kecanduan dunia maya secara berlebihan
  • Maraknya perjudian lewat internet
  • Menjadi maniak game online atau kecanduan game
  • Penculikan / penipuan lewat jejaring sosial
  • Perilaku negatif dunia barat semakin mudah ditiru oleh semua kalangan masyarakat dunia terutama pada usia remaja karena mudahnya sistem informasi dunia.

Opini :

Jadi mulai sekarang kita harus bisa menyaring dampak negatif dari keberadaan internet. Dengan itu kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Lebih baik Internet di gunakan dengan sebaik-baiknya, jangan disalahgunakan.

Sumber :
http://www.zonegue.com/2012/01/manfaat-internet-dan-dampak-internet.html

Senin, 08 Oktober 2012

Sekolah Bertaraf Internasional


Sekolah Bertaraf Internasional Buat Siapa ?

          Munculnya Sekolah Berstandar Internasional Indonesia dianggap sebagai langkah maju tumbuhnya perkembangan pendidikan setara luar negeri atau Internasional. Pengembangan SBI sendiri didasarkan pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat 3 yang secara garis besar ketentuan ini berisi bahwa pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan bertaraf internasional. Visi Sekolah Internasional sendiri yakni mewujudkan insan Indonesia cerdas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Y.M.E, berakhlak mulia, berjati diri Indonesia, dan kompetitif secara global. Dengan adanya dasar dan visi pengembangan Sekolah Berstandar Internasionaltersebut pemerintah terus berusaha menyertakan ratusan SMP dan SMA seluruh Kabupaten/Kotamadya di Indonesia dengan memberikan sokongan dana ratusan milyar rupiah.

            Pembentukan Sekolah Berstandar Internasional sendiri harus mengacu pada standar perumusan SBI yakni SBI = SNP + X. SNP adalah Standar Nasional Pendidikan dan X adalah penguatan untuk berdirinya SBI seperti sebagai penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman, adopsi terhadap standar pendidikan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional umpamanya Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, UNESCO. SNP sendiri memiliki 8 kompetensi yakni lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarpras, dana, pengelolaan dan penilaian.

Secara konsep, memang siswa Sekolah Internasional dirintis untuk menyamai kurikulum internasional seperti pada Cambridge atau International Baccalaureate (IB), dari sisi ini fungsional ketika siswa SBI sedikit menyamai Cambridge atau IB masih tanda tanya. Output SBI yang sudah ada akan diarahkan kemana nantinya, terutama ketika mereka akan menginjakkan pendidikan di Universitas. Konsep SBI secara tujuan dan visi memang sangat bagus, dimana siswa sudah terlatih untuk berkomunikasi secara global dengan bahasa Inggris. Siswa SBI juga memiliki pengalaman belajar yang sama dengan IB atau Cambridge.

          Ada beberapa hal sebenarnya untuk menjadikan pendidikan di Indonesia maju tetapi secara sistematis dan konseptual. Sedikit ilustrasi, nama SBI yang sudah tercanangkan ini dapat diganti dengan program sekolah yang berbasis bilingual. Adanya English club atau pemusatan sekolah dengan melibatkan bahasa inggris akan lebih baik dari SBI. Ini dilihat dari proses SBI yang menekankan pada bahasa Inggris, tapi apakah pemahaman akan mata pelajaran juga meningkat. Hal lain adalah, nama SBI itu sedikit ”menyeramkan” karena masyarakat akan menilai Sekolah Anak SBI benar-benar seperti sekolah luar negeri, tapi ketika siswa luar negeri dihadapkan pada siswa SBI secara nyata akan terlihat perbedaan yang jauh. Dari sisi itu seharusnya siswaSekolah Anak SBI memiliki kemampuan sama dengan siswa luar negeri, karena pemerintah juga berani menggunakan titel bertaraf internasional. Pemunculan SBI mengundang sedikit kontroversi terutama ketika dihadapkan pada multikultural di Indonesia. 

         Titel taraf Internasional memberikan image tersendiri bagi masyarakat. Untuk apa dan siapa SBI ini juga masih menjadi polemik, karena siswa SBI didominasi oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, selain itu siswa Sekolah Berstandar Internasional hanya untuk siswa diatas rata-rata SNP. Output SBI juga masih samar terutama ketika siswa ingin melangkahkan pendidikan lanjutan. Pemerintah memang harus jeli dalam membuat kebijakan pendidikan agar peningkatan pendidikan di Indonesia melonjak, bukan berarti melonjak adalah mengikuti/menyamai luar negeri tapi mendongkrak masyarakat bawah yang sebelumnya awam pendidikan menjadi paham pendidikan.

Opini:

Dengan diadakannya sekolah bertaraf internasional (SBI), dapat meningkatkan kualitas serta lulusan yang baik untuk masa depan tetapi disamping itu SBI juga menimmbulkan pro dan kontra bagi kalangan rakyat di Indonesia. Semuanya memberi dampak negatif dan positif. Salah satunya memberi garis perbedaan  yang  didominasi oleh masyarakat ekonomi menengah atas.  Tetapi dalam hal pelajaran berbeda dan lebih mengikuti era globalisasi yang menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari yang tidak lagi menggunakan  bahasa Ibu (B. Indonesia).